Kamis, 03 April 2008

Blandongan, Megawarkop Night Park Paling Laris di Jogja


Kalau di edisi kemarin kita sudah membahas sebuah tempat makan yang tergolong kelas atas, pada episode kali ini kita terjun bebas ke sebuah tempat minum kopi yang sangat terkenal di kalangan mahasiswa Jogja karena warkop (warung kopi) yang satu ini sangat piawai menerapkan filosofi murah meriah dalam memuaskan para penggemarnya.

Namanya terdengar cukup aneh, Blandongan. Lokasinya berada di dekat palang pintu KA Gowok. Tempat nongkrong yang satu ini benar-benar pantas menyandang gelar megawarkop karena arealnya sangat luas. Blandongan menyediakan banyak sekali meja dan kursi kayu panjang yang sederhana dan beberapa tempat lesehan untuk mengakomodasi serbuan anak-anak nongkrong Jogja.

Meskipun layak disebut kafe karena memang berjualan kopi, Blandongan tidak bersolek cantik seperti kafe-kafe lainnya. Areal duduk yang sangat luas itu berada di bawah naungan bangunan bambu serba terbuka beratapkan seng. Sampah kulit kacang berserakan di lantai tanah bawah meja. Kesan pertama yang muncul ketika melihat penampakan Blandongan adalah: "Ya ampun . . . joroknya!".

Tempat ini segera mengingatkan saya pada markas tercinta waktu zaman aktif kuliah dulu. Meskipun Blandongan tidak sekumuh dan sejorok kos-kosan di Jl. Kamboja no.17 itu (yang sekarang sudah digusur . . . sedihnya), atmosfernya yang penuh persahabatan membuat saya kangen pada hari-hari liar yang pernah dilewatkan di sana. Nampaknya faktor 'kumuh namun bersahabat' inilah yang menjadi andalan Blandongan dan membuatnya menjadi tempat nongkrong favorit, terutama bagi banyak cowok. (boys are dirty by nature . . . aren't we?)

Malam ketika saya datang ke sana, gerombolan pria berbagai rupa dan kelakuan nampak memadati kursi-kursi di Blandongan. Bahkan di antara lautan mahasiswa itu nampak beberapa pasangan yang sedang kencan! Benar-benar cewek yang penuh pengertian. Ketika Anda memutuskan untuk ke Blandongan, ikuti petunjuk saya berikut ini supaya tidak kelihatan seperti new kids on the block.

Kalau datang rame-rame, bagi kelompok menjadi dua. Kelompok pertama segera mengamankan lokasi sementara kelompok kedua (satu orang saja cukup) meluncur ke dapur untuk memesan, jangan lupa tanyakan teman-teman Anda mau minum apa. Dapurnya adalah sebuah gubuk bambu di bagian belakang komplek dengan lampu hijau nempel di dindingnya. Ruangan yang super sempit ini (makanya nggak usah rame-rame) berisi berbagai macam jajanan pasar dan aneka rupa snack teman ngobrol, bahkan ada nasi bungkus ala angkringan.

Ambil jajanan secukupnya dan bayar di kasir. Sambil bayar, Anda bisa sekalian pesan aneka minuman yang diinginkan. Blandongan menawarkan banyak sekali racikan kopi dan susu dengan harga super ekonomis. Untuk snack, kopi susu dan es kopi susu (seperti yang terlihat di foto), saya cuma bayar Rp 5.500! Teman saya sampai khawatir kalau si kasir sudah salah hitung saking murahnya. Setelah itu, sambil membawa snacknya, cari tempat duduk dan tunggu saja minumannya datang, biasanya tidak terlalu lama.

Meskipun disajikan dengan cangkir keramik berhias bunga-bunga, tampilan cantik jelas bukan keahlian Blandongan. Kopi susunya berceceran berantakan di gelas dan tatakan. Saya yang pesan es kopi susu melakukan kesalahan fatal dengan mengaduk minuman berwarna gelap di gelas itu. Ternyata kopinya kopi tubruk! Karena diaduk, ampas kopinya naik semua dan semakin manghitamkan cairan yang nampaknya memang kopi susu. Rasanya tentu saja tak keruan. Kopi susu hangatnya sangat manis sehingga rasa asli kopi sudah tak terlacak lagi.

Bagi Anda pecinta espresso, tentu tidak akan bisa menemukan sensasinya di dalam gelas kopi tubruk. Namun sepertinya rasa memang bukanlah senjata utama Blandongan. Tempat ini lebih menawarkan lokasi asyik buat ngobrol apa saja tanpa perlu repot menjaga image. Kondisi warung yang sudah lumayan jorok membuat kita (cowok-cowok yang jorok) nyaman untuk berbuat berbagai kejorokan lainnya. Aneh memang, dan jelas tidak untuk semua kalangan. Berani mencoba? (ang)

Menurut legenda, Blandongan berawal dari bisnis kecil-kecilan sang owner yang pada awalnya hanya membuatkan kopi untuk teman-teman kosnya. Melihat skala Blandongan saat ini, saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Jogja memang ajaib!

0 komentar: